Angka kelahiran Jepang telah sejak lama menurun dari waktu ke waktu, dan pandemi COVID-19 semakin memperburuk keadaan tersebut pada tahun 2020. Maka dari itu pemerintah Jepang mencoba membuat inisiatif baru dengan memberikan uang kepada pasangan yang melahirkan bayi.
Meski pandemi COVID-19 membuat banyak pasangan lebih banyak menghabiskan waktu bersama di kediaman mereka, akan tetapi karena ekonomi Jepang juga terkena dampak negatif akibat pandemi tersebut, maka banyak pasangan memilih untuk tidak memiliki anak, setidaknya dalam jangka waktu dekat dan selama COVID-19 masih menghantui Jepang.
Bagi masyarakat Jepang, kultur kewajiban dalam berkeluarga sangat dijunjung tinggi. Maka dari itu, pasangan kekasih di Negeri Sakura biasanya sangat berhati-hati dalam memulai kehidupan rumah tangga dan memiliki. Mereka cenderung lebih dulu siap secara finansial sebelum memulai bahtera rumah tangga dan memiliki anak. Maka dari itu, menurunnya perekonomian Jepang akibat pandemi COVID-19 membuat angka kelahiran di sana kian menurun.
(SoraNews24)
Dari laporan SoraNews24, angka kelahiran di Tokyo, ibukota Jepang, semakin anjlok pada tahun 2020 di bandingkan tahun-tahun sebleumnya. Kurang lebih hanya 60 ribu kehamilan yang tercatat antara April dan Oktober 2020, atau mencatatkan penurunan kurang lebih 10 persen dibandingkan tahun 2019.
Oleh karena itu, pemerintah Jepang mencoba menerapkan kebijakan baru untuk mendorong angka kelahiran di Tokyo dengan mengajukan proposal yang akan memberi pasangan yang melahirkan bayi uang sejumlah 100 ribu yen atau sekitar Rp 13,5 juta (kurs JPY - IDR 135,26 rupiah per yen).
Jika disetujui, maka kebijakan baru ini akan diterapkan selama dua tahun dan setiap rumah tangga bisa menerima hadiah uang tersebut lebih dari sekali, sesuai dengan jumlah kelahiran. Nantinya, orangtua yang telah menghasilkan bayi dapat mengklaim uang tersebut lewat sebuah website khusus untuk layanan dan barang-barang kebutuhan bayi.
(SoraNews24)
Nominal 100 ribu yen dipilih karena setelah penelitian, pemerintah Jepang mendapati bahwa nominal rata-rata biaya kelahiran bayi di rumah sakit di Tokyo lebih tinggi 100 ribu yen dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jepang.
Sayangnya, karena biaya hidup yang sangat tinggi di Tokyo — salah satu kota dengan biaya hidup tertinggi di dunia, masyarakat Jepang terutama yang tinggal di Tokyo kurang menyambut baik proposal kebijakan tersebut. Menurut mereka, nominal 100 ribu yen amat sangat kurang dibandingkan biaya yang dibutuhkan untuk membesarkan bayi.
Belum lagi dengan kondisi pandemi seperti sekarang ini, pasangan mana yang tidak cemas akan kesehatan bayi mereka apabila lahir di situasi sulit?
Meski begitu, setidaknya kebijakan kali ini dianggap lebih masuk akal daripada kebijakan sebelumnya yakni mendanai program AI (kecerdasan buatan) untuk menjodohkan masyarakat Jepang yang dinilai tidak realistis.
0 Komentar