Quote:
Jakarta, - Tarif listrik mungkin akan naik lagi. Hal ini terungkap dalam rapat antara Kementerian ESDM dan DPR pertengahan pekan ini.
Pemerintah akan mengubah skema penghitungan harga listrik mengikuti tarif keekonomian. Hal ini akan berdampak bagi kenaikan tagihan listrik yang harus dibayarkan masyarakat.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, sejak tahun 2017 lalu pemerintah memberlakukan tarif tetap dan saat ini akan memberlakukan tarif adjustment. Tujuannya untuk mengurangi beban dari APBN.
 Selama ini negara melalui APBN harus membayar selisih harga jual listrik atau kompensasi kepada PT PLN (Persero).
"Sejak 2017 kan memang kita tidak mengubah tarif listrik. Dan untuk segmen ini disebutnya kompensasi yang setiap tahunnya dibayarkan APBN ke PLN," ujarnya dalam Raker Banggar, Rabu (7/4/2021) lalu.
Rida menjelaskan, saat ini ada PLN memiliki 38 golongan pelanggan. Sebanyak 25 golongan mendapatkan subsidi dan 13 golongan atau 41 juta pelanggan tidak mendapatkan subsidi.
Golongan inilah yang selama ini harga jualnya tidak diubah Pemerintah sehingga harus dikompensasi saat terjadi perubahan kurs, harga Indonesian Crude Price (ICP), dan inflasi.
Oleh karenanya dengan skema tarif adjustment ini, kenaikan tarif listrik diperkirakan mulai dari Rp 18 ribu hingga Rp 101 ribu per bulan sesuai dengan golongan.
"Kalau diubah, itu naiknya Rp 18 ribu per bulan (900 VA), 1.300 VA naiknya Rp 10.800 per bulan. Lalu, kemudian yang R2 (2.200 VA) itu mungkin naiknya Rp 31 ribu per bulan. R3 (3.300 VA) naiknya Rp 101 ribu per bulan. Nah seterusnya," jelasnya.
Meski demikian, Pemerintah belum menetapkan kapan skema harga ini akan ditetapkan. Namun, ia berharap bisa segera diberlakukan pada tahun 2022 mendatang.
"Apakah ini akan sekaligus dinaikkan. Atau cuman beberapa kalangan aja, atau semua disesuaikan sekaligus dan bertahap sudah ada skenarionya untuk kompensasinya," tegasnya.
Kenaikan juga mungkin akan terjadi Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg. Pekan ini Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan pihaknya mendorong subsidi diubah menjadi skema pemberian bantuan sosial langsung kepada warga yang berhak menerima.
Alasannya, agar subsidi menjadi lebih tepat sasaran dan diterima oleh masyarakat dengan penghasilan terendah. Untuk itu, lanjutnya, data penerima subsidi akan disesuaikan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.
Menurutnya, dengan diubah menjadi bantuan sosial (Bansos) langsung kepada warga, maka subsidinya akan menjadi lebih tepat sasaran. Seperti diketahui, subsidi LPG 3 kg selama ini masih ditujukan pada barang atau komoditasnya.
"Penjualan LPG akan disesuaikan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial agar lebih tepat sasaran untuk 29,2 juta masyarakat bawah, 2,72 juta usaha mikro, 3,59 juta petani, dan 0,35 juta nelayan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (09/04/2021).
Kemudian ke depannya menurutnya subsidi akan diberikan dalam bentuk non tunai langsung kepada masyarakat. Penerima subsidi menurutnya akan disatukan dalam Program Keluarga Harapan (PKH), sehingga lebih efisien, tepat guna, dan tepat sasaran.
"Dalam jangka panjang mempergunakan sidik jari atau biometrik," ujarnya.
Jika subsidi LPG sudah tidak lagi ditujukan pada barang, maka harga jual LPG tabung 3 kg akan ditentukan sesuai dengan harga pasar. Artinya, harga LPG 3 kg akan naik sesuai dengan harga pasar.
"Kalau uang (bansos/ subsidi) langsung diterima masyarakat, harganya kan jadi sesuai keekonomian," ujarnya.
Harga LPG 3 kg di pasaran saat ini berkisar di harga Rp 20 ribu, artinya harga LPG 3 kg ini sekitar Rp 6.600 per kg. Sementara harga LPG non subsidi tabung 12 kg sekitar Rp 150 ribu, yang artinya harganya sekitar Rp 12.500 per kg.
Dengan demikian, ada gap atau selisih kurang lebih Rp 6 ribu per kg antara harga LPG bersubsidi tabung 3 kg dengan LPG non subsidi tabung 12 kg. Jika ikut harga pasar yang normal, maka harga LPG 3 kg akan naik menjadi sekitar Rp 37.500.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...-3-kg-mau-naik
0 Komentar