Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Responsive Advertisement

Ringkasan Babad Praya

 

Lontar babad Praya ditulis oleh penulis Sasak yang yang berasal dari desa Batujai. Lontar ini menceritakan sebab-sebab terjadinya pemberontakan pemuka masyarakat terhadap kekuasaan Anak Agung Gde Ngurah Karangasem yang berkuasa pada saat itu.
Sistem  penulisan lontar ini dalam bentuk sekaran (tembang) berbahasa Sasak. Ceritanya berawal dari latar belakang pemberontakan Praya. Diceritakan,pemberontakan terjadi karena adanya hasutan dari kalangan istana dan seorang yang berkebangsaan Arab bernama Tuan Sayid Abdullah yang menetap di Ampenan. Hal ini terjadi  sebagaia akibat adanya tekanan dan keharusan membayar upeti (pajak) serta adanya suatu paham yang keliru tentang dihalalkannya mencuri harta orang non muslim (Bali). Yang disebut terakhir merupakan penyebab khusus (Triger-penyelut) mulainya peperangan. Fitnah dan informasi yang keliru atau tidak sesuai dengan kenyataan telah memperuncing suasana di antar kedua belah puhak.

Dalam keadaan seperti itu, keputusan-keputusan yang diambil tanpa melalui perhitungan atau pemikiran panjang. Pihak yang satu mengunggulkan keberaniannya dan pihak yang lain membanggakan kekuatannya. Berbagai kelemahan pada masing-masing pihak dilukiskan dalam babad Praya ini misalnya, ketergesaan yang membawa kesulitan pada pihak Praya dan kesalahan strategi Anak Agung Made sebagai panglima perang kerajaan Mataram. Anak Agung mempergunakan pasukan Islam (Sasak) Praya. Dalam babad ini diceritakan pula akibat dari perang yang terjadi, berupa korban jiwa dan harta benda. Perang ini berakhir dengan kehancuran kerajaan Karang Asem Lombok dan masuknya Kolonialisme Belanda di Lombok.

Siapakah yang menang di antara mereka dalam perang saudara ini? Itulah pertanyaan yang muncul setelah membaca babad ini.Seperti bunyi ungkapan serat menak.
Yaktining para ratu kang ajurit
Kasoran tan kasoran
Unggul woten unggul
Mung sampeyan katiwasan
Para ratu lahire ungguling jurit
Nanging paduka tiwas
Artinya :
Sesungguhnya para pemimpin yang berperang
Kalah tiada kalah
Hanyalah Tuan terpedaya
Para pemimpin lahirnya menang perang
Tapi tuan-tuan terpedaya

Ringkasan

Babad Praya sebagaimana halnya babad-babad yang lain seperti babad Lombok, Babad Selaparang (Babad Sakra) merupakan nukilan sejarah yaitu sejarah Praya sewaktu melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Anak Agung. Pemberontakan pertanian di Praya terjadi sebagai akibat dari adanya pajak yang memberatkan rakyat Praya.

Pemberontakan Praya terjadi pada tahun 1891 di bawah pimpinan Lalu Semail atau yang lazim disebut dengan Guru Bangkol yang dibantu oleh pemuka lainnya yaitu H.Dolah, H.Yasin, Mamiq Sepian, Mamiq Diraja, Mamiq Srinata, Ocet Talib dan lain-lain. Dalam babad ini juga diceritakan adanya seorang yang menyatakan dirinya berkebangsaan Arab bernama Tuan Serip. Ia adalah pengacau dan pengadu domba kedua belah pihak yang berperang. Karena siasat adu domba itulah maka ia berhasil mempengaruhi beberapa daerah lainnya, seperti Sakra, Masbagik,  Jerowaru, Pujut, Puyung, Kopang, Batukliang, Penujak, Jonggat, Sukarara dan Kediri untuk mengadakan pemberontakan bersama-sama dengan Praya.

Demikianlah maka perang tak dapat dielakkan lagi. Kedua belah pihak masing-masing mempersiapkan diri. Pihak Anak Agung dipimpin oleh Ratu Made dibantu oleh Ratu Nengah Gengsok, Anak Agung Made Jelantik, Bagus Nyoman Gel-gel, Ida Conding dan lain-lain keluar dari Cakranegara menuju ke timur untuk menyerbu Praya. Demikian pula Praya yang semula telah sepakat menggabungkan kekuatan dengan Puyung mulai bergerak ke arah barat menuju Cakra untuk mengadakan penyerbuan. Akan tetapi  Puyung tak dapat memenuhi janjinya dan tak dapat dilewati oleh pasukan Praya karena dijaga ketat oleh para  prajurit yang setia di bawah pemerintahan Anak Agung. Pada waktu penyerngan pertama Lalu Semail alias Guru Bangkol tidak bisa seterusnya memimpin pasukan, karena mendadak sakit perut di tengah jalan. Ia terpaksa kembali ke Praya karena sakit.Kedua pasukan itu akhirnya bertemu di Batukeliang di tempat pertemuan pertama terjadi.

Pertemuan demi pertemuan terus berlangsug sampai akhirnya pasukan Anak Agung dapat memasuki Praya. Inilah yang menyebabkan sebagian warga kota Praya harus mengungsi. Sisa-sisa warga kota dan para pemimpin mereka itulah yang terus mengadakan perlawanan dengan siasat perang bertahan di tempat. Masjid dijadikan tempat pertahanan mereka dengan mempergunakan senjata seadanaya berupa keris-keris, tombak, pedang dan lain-lain. Sedangkan persenjataan Anak Agung cukup modern karena sebagian besar memakai bedil. Karena merasa kawatir terdesak oleh musuh, maka pada suatu saat, mereka membuat semacam taktik yaitu dengan mengikatkan tombak pada orang-orangan yang terbuat dari bumbug. Kalau talinya ditarik, maka semua orang-orangan itu akan bergerak seperti orang yang hendak menombak. Diceritakan bahwa siasat ini cukup berhasil karena musuh tidak berani maju mengadakan perlawanan.
Penyerbuan Anak Agung tidak berhenti sampai di sini,  mereka terus menerus berusaha menduduki Praya dengan berbagai cara seperti membakar rumah-rumah penduduk desa  dan masjid yang dijadikan tempat pertahanan. Pada saat itu hampir semua daerah Praya dapat diduduki oleh Anak Agung. Daerah sekitarnya sampai sebelah barat Leneng dan dari segala penjuru telah dibentengi Anak Agung. Akan tetapi  dengan sisa kekuatan dan kemampuan yang ada, Praya terus bertahan sampai akhirnya berhasil mengusir Anak Agung dari Leneng.

Hal ini  merupakan awal kemenangan Praya. Kekalahan pasukannya membuat Anak Agung Made Karangasem bersama Anak Agung Ketut Karangasem kembali menyusun strategi baru. Usahanya ini juga gagal karena daerah-daerah di luar Praya seperti Jrowaru, Sakra, Apitaik, Pringgabaya, Pohgading,dan daerah pesisir lainnya yang sebelumnya setia kepada Anak Agung kini dibawah pimpinan H. Ali dan Mamiq Wirasentana berbalik melawan Anak Agung. Demikian pula halnya dengan Puyung yang dijadikan markas pertahanan Mataram, akhirnya dapat dikuasai oleh Praya setelah Pujut, Kawo,  Penujak, Batujai, Mujur,dan Marong ikut menggabungkan diri. Dengan demikian berakhir pulalah upaya pendudukan Anak Agung terhadap Praya dan daerah-daerah lainnya.

Posting Komentar

0 Komentar