Ilustrasi laki-laki suku Sambia di Papua Nugini. Foto: Shutterstock
Papua Nugini dikenal sebagai negara yang masih erat dengan tradisi dan ritual adat yang dijalankan. Meski zaman terus bergulir, sebagaian kecil masyarakatnya hingga kini bahkan masih memegang erat tradisi yang terbilang aneh dan cenderung mengerikan.
Papua Nugini dikenal sebagai negara yang masih erat dengan tradisi dan ritual adat yang dijalankan. Meski zaman terus bergulir, sebagaian kecil masyarakatnya hingga kini bahkan masih memegang erat tradisi yang terbilang aneh dan cenderung mengerikan.
Salah satu yang paling ekstrem adalah tradisi berhubungan seks di usia dini yang dilakukan masyarakat Kepulauan Trobriander, Papua Nugini. Selain di Kepulauan Trobriander, masih banyak tradisi ekstrem di Papua Nugini yang masih dilakukan hingga saat ini.
Berikut kumparan rangkum tradisi ekstrem yang masih ditemukan di Papua Nugini.
1. Tradisi Berhubungan Seks Sejak Usia 6 Tahun
Wilayah yang masih mensakralkan ritual seksual bagi penduduknya adalah Kepulauan Trobriander di Papua Nugini. Kepulauan Trobriander atau dikenal sebagai Kepulauan Kiriwina yang berada di timur Papua Nugini, tepatnya di Laut Solomon ini memiliki tradisi seksual yang wajib dilakukan oleh anak-anak.
Di pulau ini, penduduk yang masih berusia di bawah 10 tahun dilegalkan untuk berhubungan intim dengan lawan jenisnya. Untuk anak laki-laki, mereka diperbolehkan melakukan hubungan seksual sejak usianya 8 hingga 12 tahun.
Sementara itu, anak perempuan di pulau ini diperbolehkan berhubungan seks dengan laki-laki saat usia mereka menginjak 6 hingga 8 tahun. Menariknya, sebelum 'dikimpoikan', anak-anak di pulau ini akan menerima pelatihan atau pendidikan seksual, seperti kiat-kiat menggoda laki-laki sejak dini.
Penduduk lak-laki di Kepualauan Trobriander, Papua Nugini Foto: Dok. Wikimedia Commons
Bahkan, warga desa menyediakan Bukamatula, gubuk khusus bagi warganya yang ingin melakukan hubungan seksual. Mereka akan melakukan hubungan suami-istri hingga matahari terbit.
Bahkan, warga desa menyediakan Bukamatula, gubuk khusus bagi warganya yang ingin melakukan hubungan seksual. Mereka akan melakukan hubungan suami-istri hingga matahari terbit.
Masyarakat Kepulauan Trobriand menganggap suatu ruh atau Baloma merupakan ayah sebenarnya dari bayi yang dilahirkan oleh wanita Kepulauan Trobriand. Dalam kondisi ini, pria hanya dianggap sebagai pintu atau pembuka jalan bagi ruh tersebut.
2. Tradisi Minum Sperma
Sebagai tanda telah tumbuh dewasa, Suku Sambia mewajibkan para penduduk laki-lakinya untuk meminum cairan sperma dari anggota suku yang berjenis kelamin lelaki dan sudah dewasa. Ritual yang wajib dilakukan oleh anak laki-laki yang menginjak usia 7 tahun ini bertujuan untuk melancarkan pertumbuhan dan menambah kekuatan anak tersebut.
Untuk melakukan ritual kejantanan ini, anak laki-laki di Suku Sambia harus menjalani penyedotan darah dari hidung dengan menusukkan kayu atau rumput yang runcing hingga darah dari hidung mereka mengalir deras. Darah yang mengalir deras dari hidung sang pria itu dianggap sebagai tingu (kekuatan perempuan) yang menempel di jiwa anak laki-laki itu.
Setelah melakukan ritual pertama, mereka harus menelan air mani dari pria dewasa. Dengan melakukan hal tersebut, Suku Sambia meyakini tingu milik anak laki-laki yang layu itu akan kembali kuat ketika mereka meminum air mani.
3. Menyayat Tubuh seperti Buaya
Selain tradisi seksual, negara ini juga memiliki tradisi melukai diri yang dilakukan oleh Suku Chambri. Di sini, para pria memberikan penghormatan kepada buaya. Caranya adalah dengan menyayat kulit mereka agar mirip seperti sisik buaya.
Suku ini memang sangat mengagungkan buaya. Mereka percaya bahwa buaya merupakan leluhurnya yang kemudian berevolusi menjadi manusia.
Dilansir Daily Mail, hanya kepala suku yang boleh menyayat kulit laki-laki Suku Chambri. Sebelum dimulai, mereka terlebih dahulu mengadakan ritual tarian dan doa-doa. Kemudian barulah proses penyayatan ini dimulai.
Kulit mereka disayat beberapa kali di beberapa bagian. Dalam penyembuhannya akan meninggalkan bekas luka yang nantinya menyerupai sisik buaya.
Para pemimpin suku membuat sayatan sepanjang 2 cm kepada laki-laki dari usia 11 hingga 30 tahun. Untuk meredakan rasa sakit biasanya mereka mengunyah sebuah tanaman. Diyakini juga tanaman itu akan membuat mereka kuat di kemudian hari.
Tradisi ini memiliki arti sebagai bentuk peralihan seorang anak laki-laki menjadi pria. Selain itu, hal ini juga menandakan kedewasaan sekaligus sebagai penghormatan pada buaya yang dianggap sebagai leluhurnya.
4. Memakan Daging Manusia
Di Papua Nugini terdapat sebuah suku yang konon masih melakukan tindakan kanibal atau memakan daging manusia. Mereka dikenal sebagai Suku Korowai.
Kabarnya Suku Korowai masih mempraktikkan kanibalisme dalam beberapa acara ritual pemujaan mereka. Suku Korowai meyakini bahwa membunuh dan memakan jasad seseorang merupakan satu-satunya cara untuk membalaskan dendam pada iblis atau khakua yang dianggap mengambil jiwa orang tersebut.
Tak hanya memakan daging manusia, suku yang bermukim di rumah pohon yang dibangun sekitar 42 meter di atas tanah itu juga kabarnya sering menganggap orang-orang berkulit putih sebagai mayat yang bergerak. Mereka percaya bahwa orang-orang berkulit putih adalah orang-orang yang dirasuki oleh setan.
0 Komentar